Showing posts with label Tambang. Show all posts
Showing posts with label Tambang. Show all posts

Wednesday 12 February 2014

Terhangat, Pertamina miliki kapal angkut LPG terbesar didunia


Info Berita Terhangat, Pertamina miliki kapal angkut LPG terbesar didunia - PT Pertamina (Persero) resmi mendapat tambahan armada pengangkutan elpiji untuk distribusi ke Indonesia Timur. Penyerahan resmi kapal diberi nama Pertamina Gas I oleh Hyundai asal Korea Selatan selaku pabrikan perakit akan dilakukan Selasa (12/2), di Tanjung Uban, Batam, Kepulauan Riau.

Kapal berjenis Very Large Gas Carrier (VLGC) ini diklaim Badan Usaha Milik Negara bidang energi itu sebagai kapal yang tak punya pesaing dari segi ukuran.

"Ini merupakan kapal VLGC terbesar pertama di dunia yang dibangun dengan kerjasama antara Pertamina dan Hyundai selaku galangan kapal terbesar dunia," kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya di Batam, Selasa (11/2).

Kapal Pertamina Gas I ini diproyeksikan tak cuma buat mengangkut elpiji. Hanung mengatakan, kapal berteknologi tinggi itu bisa pula difungsikan sebagai gudang penyimpanan BBM bergerak (floating storage). Karenanya, proses distribusi diyakini dapat berlangsung lebih efisien.

"Kapal ini sekaligus bisa berfungsi sebagai dermaga untuk memindahkan muatan ke kapal-kapal elpiji kecil untuk distribusi ke berbagai wilayah," ujarnya.

Pertamina Gas I memiliki bobot mati 54.433 ton, dengan kapasitas angkut hingga 50.000 ton.

Pembelian kapal buatan Hyundai ini, merupakan bagian dari Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2012-2016. Selama periode itu, perusahaan pelat merah ini menggelontorkan dana hingga USD 2,4 miliar buat pengadaan kapal angkut BBM, gas, maupun avtur.

Pertamina sejak lama terlalu bergantung pada penyewaan kapal swasta untuk distribusi bahan bakar di Tanah Air. Hal itu membebani keuangan perseroan.

Monday 23 December 2013

Penetapan tanggal Hilirisasi membuat ricuh anggota dewan

Info Berita Terhangat - Anggota komisi VII DPR RI, Dewi Aryani menilai penetapan tanggal implementasi UU No 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara, aneh. Sebab, 12 Januari 2014 itu merupakan hari libur.
"Pemilihan tanggal, itu hari Minggu. Kalau mengeluarkan kebijakan tidak hari libur, tapi hari kerja Senin sampai Jumat. Saya tidak tahu apakah itu salah ketik atau apapun," kata Dewi saat acara "Rembuk Nasional Pengusaha & Pekerja Tambang Mineral Indonesia' di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin (23/12).
Poitikus PDI-P ini menyarankan agar pemerintah lebih teliti dalam mengeluarkan kebijakan. "Saya minta pemerintah harus berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan," jelasnya.
Terkait UU No. 4 Tahun 2009 tentang hilirisasi tambang, menurutnya tidak ada tekanan kepada pemerintah maupun DPR dalam mengambil keputusan melarang ekspor bahan mentah. Namun, diakuinya memang masih ada kekurangan, khususnya komunikasi dengan pelaku usaha.
"Kalau saya melihat tidak ada intervensi apapun. Tapi saya melihat kelemahan pemerintah tidak kritis dan elegan," tegasnya.
Seperti diketahui, terhitung mulai 12 Januari 2014, pemerintah akan mengimplementasikan UU No 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara. Dengan aturan ini, pemerintah melarang perusahaan tambang mengekspor barang tambang mentah. Perusahaan tambang diwajibkan mengolah produksinya di dalam negeri sebelum diekspor.
Aturan ini berlaku untuk semua perusahaan tambang besar, termasuk Freeport dan Newmont. Namun dua perusahaan ini beberapa kali mencoba merayu pemerintah agar tetap diperbolehkan mengekspor bahan mentah.

Tuesday 17 December 2013

Pemerintah Finalisasi strategi UU Mineral dan batubara

Info Berita Terhangat - Pelaksanaan larangan ekspor bahan mineral mentah yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) tinggal sebulan lagi. Terkait hal itu, pemerintah kini tengah merancang agar UU tersebut dapat dilaksanakan.
"Kita sedang membahas bagaimana cara menjalankan UU itu secara lebih baik. Tetapi tetap kepentingan nasional yang lebih besar kita pertimbangkan," ujar Menteri ESDM Jero Wacik di sela Rapat Koordinasi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/12).
Jero mengatakan, pemerintah masih membahas langkah seperti apa yang bisa dilakukan agar UU Minerba dapat dijalankan secara optimal. Dia pun belum dapat memberikan keterangan bagaimana sikap pemerintah terkait pelaksanaan UU ini secara pasti.
"(Rapat) belum selesai ini. Beri kesempatan kami untuk melakukan yang terbaik bagi kepentingan nasional kita. Nanti pak Menko yang menjelaskan," kata Jero.
Rapat Koordinasi ini dipimpin oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Sejumlah menteri dan pejabat negara yang hadir antara lain Menteri ESDM, Jero Wacik, Menteri Perindustrian MS Hidayat, Menteri Keuangan Chatib Basri, Dirjen Pajak Fuad Rahmani.

Friday 13 December 2013

Pertamina keluarkan kocek USD 120 Juta untuk pembuatan jalur gas

Info Berita TerhangatProyek pengembangan gas Jawa-Cepu milik PT Pertamina secara resmi telah beroperasi dan akan menghasilkan 50 juta standar kubik per hari (MMscfd). Untuk pembangunan proyek yang merupakan pengembangan lapangan gas Blora-Gundih, Pertamina mengeluarkan uang yang cukup besar.
"Nilai investasinya USD 120 juta," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir di Cepu, Blora, Jawa Tengah, Jumat (13/12).
Ali mengatakan, proyek ini dibangun menggunakan konsep Central Processing Plant (CPP). Menurut dia, proses pengolahan gas di proyek ini menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Hal itu dibenarkan oleh Direktur Utama PT Pertamina EP Adriansyah. Menurut dia, pembangunan proyek gas Jawa-Cepu selaras dengan konsen Pertamina untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Selanjutnya, Adriansyah mengungkapkan, beroperasinya proyek gas Jawa-Cepu ini menandai dimulainya masa compotioning sekaligus bagian dari konversi BBM ke BBG.
"Pada puncaknya produksi mencapai 50 juta standari kubik per day, dengan potensi menghemat dalam 13 tahun Rp 21,4 triliun, dengan konversi BBM ke BBG, bisa mengurangi polusi 16 ton," pungkas Andriansyah

Wednesday 11 December 2013

Kuwait Petroleum batal investasi diindonesia

Info Berita Terhangat - Kuwait Petroleum Corporation mempertimbangkan untuk membatalkan rencana pembangunan kilang di Indonesia. Pembatalan pembangunan kilang berkapasitas 300.000 barrel per hari dengan nilai investasi Rp 90 triliun itu karena Pemerintah Indonesia tidak bersedia memenuhi permintaan sejumlah insentif yang mereka ajukan.

Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina (Persero) Mohamad Afdal, Selasa (10/12/2013), di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, menjelaskan, pihaknya telah menyampaikan kepada Kuwait Petroleum Corporation (KPC) secara formal bahwa pemerintah tidak dapat memberikan insentif kilang sesuai harapan investor. ”Mereka menyatakan, ’it’s no hope’,” kata Afdal.
Menurut Afdal, permintaan insentif itu dinilai terlalu banyak dan memberatkan pemerintah.
Sebagaimana diketahui KPC meminta sejumlah insentif, seperti pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) atau tax holiday selama 30 tahun dan selanjutnya 5 persen. Padahal, saat ini, PPh badan sebesar 20 persen.
Perusahaan asal Kuwait itu juga meminta keringanan pajak yang lain, seperti pajak daerah dan bea masuk. Pihak KPC telah menuntaskan studi kelayakan pembangunan kilang di Indonesia dan hasilnya kilang tidak ekonomis jika dikenakan pajak sesuai yang berlaku.
Selain KPC, ada investor lain yang juga berminat membangun kilang di Indonesia dengan kapasitas 300.000 barrel per hari (bph), yakni Saudi Aramco Asia Company Limited. Saat ini, perusahaan itu melakukan studi kelayakan untuk menentukan keekonomian kilang yang ditargetkan bisa selesai awal 2014.
Pembangunan kilang diperlukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak bumi dan produk bahan bakar minyak. Saat ini, kapasitas kilang BBM milik Pertamina 1 juta bph. Dengan kebutuhan BBM 1,5 juta bph, butuh kapasitas kilang 2 juta bph. Kapasitas produksi kilang saat ini sekitar 80 persen karena sudah tua.
Sebelumnya Wakil Direktur Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institut) Komaidi Notonegoro menyatakan, dengan kondisi itu, perlu penambahan 3-4 kilang dengan kapasitas masing-masing 300.000 bph. Jika kilang yang dibangun berskala kecil 100.000-150.000 bph, lebih banyak lagi kilang yang harus dibangun. Jika pembangunan kilang terus tertunda, akan memengaruhi ketahanan energi nasional. ”Kalaupun sekarang dibangun, kilang baru beroperasi 3-4 tahun ke depan karena pengerjaan konstruksinya butuh 2-3 tahun,” ujarnya.

Friday 6 December 2013

Karpet merah untuk freeport dan newmont 'digulung' kembali


Info Berita Terhangat - Indonesia dikenal kaya akan sumber daya alamnya. Itu tidak ada yang membantah. Apakah kekayaan alam ini bermanfaat bagi seluruh rakyat Indonesia? Tidak, itu lain cerita.
Pengelolaan kekayaan alam Indonesia khususnya sektor energi hampir seluruhnya didominasi oleh perusahaan asing. Imbal balik ke negara seperti diantaranya dalam bentuk royalti maupun divestasi sangatlah kecil. Mayoritas hasil energi bumi pertiwi dibawa lari keluar negeri.

Padahal, dengan melihat gambaran secara kasar saja, jika Indonesia mendapat bagi hasil secara proporsional maka pemerintah mempunyai cukup dana untuk membiayai pembangunan secara masif. Hal inilah yang mendasari pemerintah mengajukan renegosiasi kontrak karya (KK) melalui UU Nomor 4 Tahun 2009.
Kini, mayoritas perusahaan di bidang mineral dan tambang disebut-sebut telah menyepakati klausul renegosiasi KK dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), maupun Izin Usaha Pertambangan (IUP). Namun tidak demikian dengan dua perusahaan tambang besar yakni PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara.

Dua perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini masih ngotot meminta dispensasi pada pemerintah untuk mengizinkan mereka mengekspor bahan mentah pada 2014. Kedua perusahaan mengaku keberatan jika harus membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral atau smelter di Indonesia. Alasannya, pengolahan bahan tambang di dalam negeri tidak mendatangkan keuntungan, bahkan cenderung merugikan perusahaan. Bukannya mendesak, pemerintah justru membela Freeport dan Newmont.

Direktur Jenderal Mineral dan Bahan Tambang Kementerian ESDM Thamrin Sihite sempat menyatakan tidak ada sanksi tegas bagi Freeport dan Newmont jika belum melaksanakan proses hilirisasi bahan mentah tambang di dalam negeri di 2014.

Bahkan, pemerintah membuka kemungkinan memberi kebijakan khusus. Freeport bakal diberi keleluasaan jika terbukti tak mampu mengolah tembaga dan emas mereka di dalam negeri. "Ada fleksibilitas lah, tapi selalu dasar saya undang-undang," kata Thamrin beberapa waktu lalu.

Benar saja, pemerintah membuktikan janjinya pada Freeport dan Newmont. Di saat perusahaan tambang lain ditekan untuk tunduk pada UU Minerba, namun tidak pada Freeport dan Newmont. Dibentangkanlah 'karpet merah' pada dua perusahaan tersebut.

Dengan dalih Undang-Undang, Menteri ESDM Jero Wacik menuturkan, permintaan dispensasi dari Freeport dan Newmont harus dibicarakan terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). "(Kelonggaran buat Freeport dan Newmont) belum diputuskan, karena ini menyangkut UU minerba, tidak bisa kami saja yang melakukannya, harus konsultasi dengan DPR," ujarnya di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, sebulan lalu.

Satu bulan berlalu. Kemarin, pemerintah harus tertunduk lesu. Pasalnya, pihak DPR menolak permintaan dispensasi untuk Freeport dan Newmont. Jero Wacik bercerita bahwa seluruh fraksi mendukung pelaksanaan UU ini dengan tanpa pengecualian.

"Tadi Komisi VII meminta menteri melaksanakan UU itu secara konsekuen mulai Januari 2014. Semua fraksi menyatakan sudah setuju," ujar Jero di Komplek Gedung DPR, Jakarta.

Jero Wacik menyadari penerapan UU ini akan menimbulkan sedikit kegaduhan di kalangan pengusaha. Dia meminta saran pada DPR apakah akan memberikan alternatif pilihan atau tidak.

"DPR menyatakan tidak perlu ada pilihan, nanti pengusaha akan menyesuaikan sendiri," ungkap Jero.
Anggota Komisi VII DPR RI Bambang Wuryanto mengatakan, jika terdapat pengecualian atas penerapan larangan itu, maka hal itu sama saja dengan pelanggaran terhadap UU.

"Saya disumpah menjadi anggota DPR, akan menjalankan peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya," klaim Bambang.

Menurutnya, UU ini merupakan langkah progresif setelah Indonesia tidak memiliki UU baru selain UU Pertambangan Umum yang dibuat tahun 1967. Menurutnya, progresivitas UU ini terletak pada mekanisme pengelolaan dari kontrak karya menjadi perizinan.

"UU Nomor 4 Tahun 2009 itu dibuat dengan diskusi yang amat panjang, butuh waktu hampir 4 tahun, terutama dalam beberapa pasal penting, karena itu mengubah dari rezim kontrak menjadi rezim perizinan," jelasnya.

DPR pun 'menggulung' kembali karpet merah itu.

Friday 29 November 2013

Dahlan belum mengetahui bahwa pertamina menggantikan blok siak dan kampar

Info Berita Terhangat  - Pengelolaan Blok Siak akan diserahkan ke tangan Pertamina setelah masa kontrak PT. Chevron Pacific Indonesia tidak diperpanjang pemerintah. Namun, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengaku belum mengetahui kabar tentang didepaknya perusahaan Migas asal Amerika Serikat itu oleh Menteri ESDM, Jero Wacik.
"Yang mana? Baru atau lama. Saya belum tahu, saya cek dulu ya," ujar Dahlan singkat di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (28/11).
Untuk diketahui, Jero Wacik mengatakan kontrak kerjasama pengelolaan Blok Siak oleh PT. Chevron Pasific Indonesia tidak di perpanjang. Keputusan tersebut telah didiskusikan bersama Pertamina dan Migas.
"Kami sudah putuskan bahwa Blok Siak tidak diperpanjang," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik di Nusa Dua, Bali, Rabu (28/11).
Untuk selanjutnya, pengelolaan Blok Siak bakal diserahkan ke tangan Pertamina. "Saya akan berikan masa transisi paling lambat enam bulan. Kalau bisa tiga bulan lebih bagus," imbuh Wacik.
Dia mengklaim, Pertamina telah menyatakan siap mengelola Blok Siak yang menghasilkan 4.000 barel minyak per hari.
Mantan Menteri Pariwisata ini juga mengaku telah berkomunikasi dengan pihak Chevron. "Dengan Chevron kita juga bicara baik-baik. Jadi mengakhiri kontrak juga harus baik-baik. Seperti suami istri lah, 50 tahun bersama-sama masa terus ribut," tandasnya.
Sekadar diketahui, Chevron telah mengelola Blok Siak selama 50 tahun. Kontrak mereka berakhir 27 November 2013. Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo mengatakan, semua Kontrak Kerja Sama (KKS) yang sudah berakhir masa kontraknya harus dikembalikan ke negara. Oleh karena itu, negara harus mendapat keuntungan lebih.
Operasi yang sudah ada harus tetap berjalan dan tidak boleh berhenti meski status pengelolaan Blok Siak di tangan perusahaan asal Amerika, PT Chevron Pasifik Indonesia akan segera berakhir. Pemerintah akan melakukan beberapa langkah untuk menjaga proses produksi tetap berjalan.
"Pemerintah biasanya menugaskan untuk sementara operator-operator yang mengoperasikan kontrak kerja tersebut sampai, katakanlah, 3-6 bulan sehingga pemerintah betul-betul mempunyai kesempatan memutuskan," terang Susilo.
Susilo mengklaim, pemerintah berupaya agar Blok Siak dikelola oleh operator dalam negeri. Sehingga, blok dengan kapasitas produksi mencapai 18.000 barel per hari dapat memberikan manfaat sebesar mungkin pada negara.

Thursday 28 November 2013

PT. Newmont mendapat Dispensasi Pemerintah

Info Berita TerhangatMenteri Perindustrian MS Hidayat menyatakan secara tegas, kebijakan hilirisasi barang tambang sesuai yang tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) harus dipatuhi oleh seluruh kontraktor.
Jika tidak, maka pemerintah tidak segan-segan menutup perusahaan tambang yang tidak mau berkomitmen membangun smelter di dalam negeri. Itu juga berlaku pada PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) dan PT Freeport.
Baru beberapa jam pernyataan tersebut terlontar, sikap MS Hidayatberubah. Menperin melunak saat terjadi penandatanganan perjanjian jual beli bersyarat atau Conditional Sales Purchase Agreement (CSPA) konsentrat tembaga antara PT NNT dengan PT Nusantara Smelting Corporation (SMC). Hidayat bahkan menyebut PT NNT telah memiliki komitmen untuk menjalankan aturan tersebut.
"Dengan dia (Newmont) menyuplai konsentrat, kami bisa menganggap dia bekerja sama dalam menciptakan smelter," ujar Hidayat di Jakarta, Rabu (27/11).
Hidayat mengatakan, perjanjian ini sesungguhnya tidak akan berarti apa-apa jika tidak ada tindak lanjut. Untuk itu, dia meminta dua perusahaan ini agar melakukan upaya tindak lanjut dengan mewujudkan pembangunan smelter.
"Makanya, sangat tergantung bagaimana follow up dari perjanjian ini, kalau berhenti di sini saya kira tidak bisa diakui sebagian proses membangun smelter, tentu indikatornya harus serius dan signifikan," terang dia.
Terkait dengan dispensasi yang diajukan Newmont agar pemerintah memberikan dispensasi terkait izin ekspor barang tambang mineral mentah selama pembangunan smelter ini, Hidayat tidak memberikan jawaban yang tegas. Dia menyatakan, hal itu perlu dibicarakan bersama antar kementerian terkait.
"Itu nanti Menteri ESDM dan beberapa menteri mau kumpul, mau evaluasi ini. Dan ini juga mungkin memerlukan pembicaraan dengan DPR. Yang penting adalah UU Minerba yang mengharuskan mulai Januari 2014 tidak mengekspor itu harus dipegang sebagai presenter dari UU itu. Itu perintah UU," ucapnya.

Pembangunan Menguat, Impor Semen pun meningkat drastis

Info Berita TerhangatIndonesia merupakan negara yang sedang tumbuh pesat. Demi pertumbuhan, negara membutuhkan banyak pasokan modal maupun barang termasuk salah satunya semen.
Menteri Perindustrian MS Hidayat maklum Indonesia masih bergantung pada impor komoditas semen dalam membangun infrastruktur. Menurut Hidayat, impor semen dilakukan karena produksi industri dalam negeri belum mampu mengimbangi permintaan.
"Kecepatan demandnya lebih tinggi dari tingkat suplainya. Tetapi sebetulnya kalau untuk menutupi sementara tidak apa-apa (impor)," ucap Hidayat di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (28/11).
Menurut Hidayat, impor semen merupakan satu strategi negara untuk mencukupi kebutuhan pembangunan. Namun demikian, Hidayat belum mengetahui pasti berapa besar Indonesia mengimpor semen. Hidayat mengaku akan segera menemui Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menindaklanjuti masalah ini.
"Walaupun demikian sekarang kita kan juga eksportir. Nanti saya tanya data ekspor dan impor kita. Saya cek lagi besok dan saya akan minta ke Gita (Gita Wirjawan)," jelasnya.
Walaupun Indonesia melakukan impor semen, ini diyakini tidak akan berdampak pada investasi industri yang akan membangun pabrik semen di Indonesia. Menurut Hidayat, membangun pabrik semen membutuhkan waktu yang cukup lama dan untuk sementara kebutuhan semen ditutupi dari impor.
"Untuk investasi prosesnya itu bisa 2 tahun. Terutama izin lingkungan hidup cukup panjang setelah mendapatkan konversi kapurnya. Saya kira di Papua pun izin untuk industri semen dari China sudah diizinkan. Setelah Kalimantan," tutupnya.

Blok Siak dan Kampar, Kembali ke Pertamina setelah dikuasai asing selama 50 Tahun

Info Berita TerhangatKementerian ESDM telah memutuskan memberikan 2 blok minyak di Indonesia kepada PT Pertamina (Persero).  Dua blok minyak telah habis masa kontraknya pada 27 November 2013.  Satu dari dua blok minyak ini telah digarap oleh perusahaan asing selama 50 tahun.
"Tepat tadi malam pukul 00.00 WIB,  2 blok minyak kontraknya berakhir,  pertama Blok Siak yang dikelola oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI) selama 50 tahun,  dan Blok Kampar yang dikelola PT Medco Energy," kata Jero.

Jero mengatakkan,  setelah dilakukan evaluasi dan berdiskusi dengan SKK Migas,  Pertamina,  Chevron,  serta Medco,  akhirnya diputuskan kedua blok tersebut tidak diperpanjang.

"Setelah kita diskusi dengan SKK Migas,  ada Pertamina juga,  ada Medco juga dan ada Chevron,  diambil keputusan pengelolaan blok tersebut tidak diperpanjang,  kedua blok minyak tersebut diserahkan kepada PT Pertamina," tegasnya.

Namun karena Pertamina sendiri tidak bisa langsung otomatis mengoperasikan kedua blok tersebut,  diputuskan untuk sementara kedua blok tersebut tetap dioperasikan oleh perusahaan sebelumnya,  sambil menunggu masa transisi.

"Tidak mungkin langsung dikelola Pertamina,  Pertamina juga mengakui itu,  makanya ada masa transisi,  maksimum 6 bulan,  kalau bisa lebih cepat 3 bulan ya nggak masalah.  Masa transisi ini penting karena jika langsung mendadak akan mengancam produksi minyak dari Blok Siak sebesar 4.000 barel per hari dan Blok Kampar sebesar 3.000 barel per hari," ungkapnya.

Jero juga mengatakan,  khusus untuk pengelolaan Blok Kampar,  Medco akan mendapatkan komisi atau imbalan dari pengelolaan blok untuk sementara,  selama menunggu masa transisi.
"Medco inikan lebih gampang,  dia juga perusahaan nasional,  jadi dia nanti dapat fee (imbalan) untuk mengoperasikan sementara waktu blok tersebut,  dalam fee tersebut Medco juga bisa mengandeng pihak swasta dan daerah," katanya.

Pemutusan kontrak Blok Siak yang sudah dioperasikan pihak Chevron selama 50 tahun ini telah dibicarakan dengan baik-baik.

"Kita sudah bicara baik-baik dengan Chevron,  nggak boleh jelek,  kita tetap ingin kerjasama terus,  apalagi kan Chevron juga masih ada ladang minyak yang lain,  ini seperti suami-istri kerjasama selama 50 tahun kemudian berpisah,  tentu harus baik-baik," kata Jero.