Berita Hangat - Sejumlah proyek Masterplan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI ) serta proyek infrastruktur berskema kemitraan pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP) terganjal masalah tata ruang. Status lahan proyek yang belum legal dari sisi tata ruang telah membuat investor berpikir ulang untuk menanamkan modal mereka.
“Saya kira masih ada keragu-raguan pelaku usaha ketika melihat status tanah dan peruntukannya yang masih belum legal dari sisi undang-undang. Sebab, hal itu akan berdampak pada kegiatan, seperti financing. Pihak perbankan akan melihat hal semacam ini,” kata Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Bernardus R Djonoputro.
Menurut Bernardus, pemerintah harus bisa mengurai permasalahan tata ruang. Pembangunan yang hanya didasari pemikiran bahwa investor bakal tertarik untuk menanamkan modalnya di negeri ini harus diubah. Sebaliknya, langkah konkret terkait hak guna lahan untuk menjamin kepastian investasi, harus diterapkan.
“Penerapan land reform juga perlu dilakukan sehingga kita bisa menuju perbaikan sistem kepemilikan tanah,” ujar dia.
Di sisi lain, IAP menyatakan RI terancam menjadi negara yang tidak memiliki rencana tata ruang akibat masih tumpang tindihnya berbagai kebijakan sektoral. Beberapa aturan yang berpotensi menciptakan konflik tata ruang itu adalah Undang-Undang (UU) No 26/ 2007 tentang Penataan Ruang, UU No 27/2007 tentang Perencanaan Pesisir, UU No 25/2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No 12/ 2008 tentang Perubahan kedua atas UU No 32/2004, dan berbagai kebijakan sektoral lainnya.
Menurut Bernardus, tumpang tindihnya kebijakan tersebut terjadi baik secara substansi maupun kelembagaan. Tumpang tindih kebijakan bisa terlihat pada perencanaan kawasan pesisir, yakni adanya irisan area yang menjadi subjek dari rencana tata ruang wilayah (darat) dan rencana pengelolaan kawasan pesisir.
Kondisi konflik akhirnya berdampak saat penyusunan rencana tata ruang wilayah (RTRW) pemerintah provinsi/kabupaten/kota menjadi peraturan daerah (perda). Penyusunan aturan tersebut terbukti berjalan lambat. Data Ditjen Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum menunjukkan, baru 51% provinsi yang sudah memiliki perda RTRW. Sedangkan di tingkat kabupaten dan kota masing-masing baru 62,6% dan 72% yang telah memiliki perda.
Source
No comments:
Post a Comment