Info Berita Terhangat - Nun jauh di ujung Afrika terdapat sebuah makam yang
dikeramatkan, tepatnya berada di Pulau Robben, setengah jam perjalanan
laut dari Cape Town. Di pulau inilah, dari total 27 tahun dibui, Nelson
Mandela menghabiskan 18 tahun dalam tahanan.
Makam itu disebut
oleh orang Afrika Selatan sebagai Kramat, sama dengan sebutan makam
versi orang Indonesia. Tidak salah karena sosok yang dimakamkan di
tempat tersebut adalah ulama besar asal Indonesia. Dia dikenal
masyarakat setempat sebagai Sayed Abdurrahman Moturo, salah satu
Pangeran dari Pulau Madura.
Moturo adalah salah satu imam
pertama di Cape Town. Dia dibawa ke Cape Town sebagai tahanan politik
VOC dengan kapal laut pada sekitar tahun 1740-an. Sayed Abdurrahman
Moturo meninggal pada 1754 sementara Kramat di penjara Robben dibangun
pada 1969.
Konon, di sekitar lokasi tidak hanya ada makam ulama
dari Madura. Banyak juga tahanan politik VOC yang dimakamkan di Pulau
Robben, kebanyakan dari Indonesia. Mereka juga disebut-sebut dengan
tahanan politik pertama yang mendiami Pulau Robben, jauh sebelum pejuang
apartheid seperti Mandela dijebloskan ke penjara pulau itu.
Pada
saat itu, posisinya yang strategis sebagai jalur pelayaran menjadikan
Cape Town pusat pertemuan budaya Afrika, Eropa dan Asia.
Kota
ini dikembangkan oleh Jan van Riebeeck yang tinggal di Cape Town sejak 6
April 1652. Riebeeck adalah pejabat VOC (Vereenigde Oost-Indische
Compagnie), perusahaan multinasional pertama di dunia. Orang Jawa lebih
mengenal sebagai kumpeni. VOC adalah kongsi dagang yang berkuasa di
Nusantara sejak 1602 hingga dibubarkan tahun 1800. Untuk kemudian,
kekuasaannya diteruskan pemerintahan kolonial Belanda hingga tahun 1942.
Dalam
perjalanan dari Belanda menuju Nusantara, Riebeck mengarungi Samudera
Atlantik, hingga melintas di Cape Town. Posisi yang strategis membuat
Cape Town menjadi transit bagi armada-armada VOC yang hendak berlayar ke
India, maupun Timur Jauh.
Kedatangan Riebeeck pada 6 April 1652
memunculkan permukiman orang-orang Eropa pertama di Cape Town. Pengaruh
VOC pula yang membuat Cape Town, lekat dengan Nusantara.
Cape
Town seringkali menjadi lokasi pembuangan bagi para musuh VOC. Salah
satu yang melegenda adalah Syekh Yusuf, bangsawan Makassar yang
mengenalkan Islam ke Afrika Selatan. Begitu dihormatinya Syekh Yusuf,
hingga dia mendapat anugerah pahlawan nasional Afrika Selatan.
Pada
perjalanan ke arah timur dari pusat kota Cape Town menuju Sommerset
West, terdapat sebuah perempatan, yang jika berbelok ke kanan memasuki
Desa Macassar. Di sini pulalah terletak makam Syekh Yusuf, sering
disebut orang setempat sebagai Kramat. Kramat Syekh Yusuf ini menjadi
salah satu lokasi ziarah paling penting di Afrika Selatan.
Syekh
Yusuf dan pengikutnya inilah yang menurunkan generasi melayu Cape Town
atau Cape Malay. Komunitasnya masih bisa ditemui di Bokaap, tak jauh
dari Long Street, Jalan Jaksa-nya Cape Town. Di Bokaap ini berdiri salah
satu masjid tertua di Afrika Selatan.
Para keturunan Syekh
Yusuf, konon sudah mencapai keturunan kesembilan, banyak dijumpai di
Cape Town. Dengan sambutan ramah, mereka akan senang jika bertemu
wisatawan asal Indonesia. Mereka mengerti kata-kata seperti "apa kabar"
atau "terima kasih." Dan, mereka akan dengan senang hati mengantar
siapapun yang ingin berkunjung ke makam Syekh Yusuf. Termasuk yang ingin
datang ke Pulau Robben berziarah ke Kramat Moturo.
No comments:
Post a Comment