Info Berita Terhangat - Sudah belasan tahun gaya dan cita rasa Barat menjajah
lidah orang Jakarta. Bahkan, belakangan kedai-kedai modern macam Seven
Eleven atau Family Mart tumbuh subur menyaingi angkringan dan kedai
kopi. Mungkin isi kepala menjadi agak sensitif dengan isu kelas dan
kapitalisasi itu, tetapi ceritanya tentu jadi lain jika dikaitkan dengan
urusan selera.
Di beberapa sudut kota, surabi bandung masih
kebanjiran pengunjung. Aneka cita rasa udik tetap menjadi pilihan apik,
salah satunya menu berbahan dasar ketan. Varietas padi yang pulen dan
merekat itu kini menjadi salah satu alternatif kudapan malam hari bagi
warga Ibu Kota.
Di Kemayoran, tepatnya di Gang Garuda, Jakarta
Pusat, penganan tradisional itu dijajakan selama 24 jam penuh.
Penikmatnya datang dari berbagai kalangan, mulai dari anak jalanan
hingga pegawai kantoran. Di warung ujung gang itu ketan disajikan dalam
olahan sederhana, dikukus di dalam tungku yang dipanaskan dengan bara
kayu. Disajikan hangat bertabur parutan kelapa muda.
Menu
pendamping yang disajikan antara lain tempe dan pisang goreng. Ditambah
segelas teh poci panas-manis, alamak...! Sungguh nikmat.... Pikiran
langsung menerawang jauh ke kampung halaman.
Kerinduan
Konsep
itu pula yang hendak diserap oleh Terminal Ketan Cak Gandut, sebuah
warung pinggir jalan di bilangan Cibubur. Menurut Mustafa, penyelia
warung itu, kisah lahirnya warung itu bermula dari kerinduan Cak Gandut,
warga asal Malang, Jawa Timur, pada ketan.
”Sulit untuk mencari
masakan ketan di sekitar Jakarta yang sesuai selera. Kami berpikir,
mungkin banyak orang yang sama seperti kami sehingga muncullah ide untuk
membuka warung ketan,” kata Dina Martini (36), pemilik Terminal Ketan,
yang tak lain adalah anak kedua Cak Gandut.
Akhirnya, muncul ide
untuk membuka warung ketan karena makanan itu masih jarang tersedia.
Selain itu, ia juga melihat di Cibubur warga membutuhkan ruang untuk
nongkrong bersama keluarga. Akhirnya, lahirlah Terminal Ketan Cak Gandut
di Kilometer 1,5 Jalan Alternatif Cibubur, Jatisampurna, Bekasi. Nama
terminal sengaja diambil untuk menegaskan bahwa tempat itu adalah tempat
rehat, tempat sementara untuk nongkrong.
”Selama ini nongkrong
identik minum kopi. Kami ingin nongkrong itu juga bisa makan ketan dan
minum STMJ (susu telor madu jahe),” katanya.
Tradisional-modern
Di
tempat ini ketan dipadupadankan dengan banyak makanan. Pengunjung
tinggal memilih mana yang diminati. Ada ketan durian, ketan susu, ketan
keju, ketan bubuk, ketan dendeng, dan ketan serundeng. Harga untuk semua
menu itu bervariasi, Rp 8.000-Rp 15.000 per porsi.
Mereka yang
berasal dari Jawa tentu sudah terbiasa dengan ketan bubuk, yaitu ketan
kukus yang disajikan dengan taburan bubuk kedelai yang telah diramu
dengan rempah pedas, atau ketan serundeng. Mereka yang berasal dari
Sumatera tentu tak asing lagi dengan ketan durian. Rasanya perpaduan
antara gurih ketan dengan manis legit durian.
Sajian ketan itu
lebih cocok dinikmati tanpa buru-buru sambil mengobrol segala hal.
Pengelola sengaja menciptakan suasana warung yang santai. Cocok untuk
siapa saja yang datang, entah pasangan muda, orang tua, atau anak-anak.
Di
warung yang berdiri sejak empat bulan lalu itu disajikan pula aneka
sambal penyet khas Jawa Timur. Fransiska N Rosanti, staf pada sebuah
perusahaan asing di bilangan Jakarta Selatan, mengaku menggemari ikan
pari asap atau telur goreng mata sapi yang dilapiskan pada sambal
terasi. Menu ini ditawarkan Terminal Ketan.
Menu itu kerap
mengingatkannya pada kampung halamannya di Bojonegoro, Jawa Timur. Jika
Cibubur dirasa terlalu jauh, cukup pergi ke Kedai Ketan Susu di
Cilandak, Jakarta Selatan, tepatnya di belakang Cilandak Town Square.
Kedai yang mengadopsi suasana rumahan itu menyajikan aneka variasi ketan
yang dipadu dengan siraman susu, taburan kacang mede, atau srikaya.
Menurut
pelayan Kedai Ketan Susu, Taufik, pengunjung lebih banyak menyukai
ketan susu srikaya. Hanya dengan merogoh kocek sebesar Rp 12.000-Rp
20.000, kudapan tradisional itu mampu mengganjal perut. Ya, sudah pasti
sekaligus memupus kerinduan pada kampung halaman.
No comments:
Post a Comment