Hari yang cerah awal Oktober lalu. Dari balik jendela kendaraan, langit biru sepadan dengan hijau dedaunan yang sebagian enggan gugur. Perjalanan menuju Niagara dari Buffalo ringan saja. Jalan-jalan di negeri itu begitu mulus. Dalam waktu 20 menit terlihat permukaan Sungai Niagara beriak, menciptakan puncak putih buih air.
”Kanada di seberang sungai itu,” ujar Rick, pengendara yang membawa rombongan kami memecah keheningan. Sungai Niagara menjadi pembatas antara Amerika dan Kanada. Dulu, menurut Rick, lewat sungai itu datang imigran meraih mimpi Amerika mereka. Konon, keluarga Rick berasal dari Eropa timur. Kini, di atas sungai melintang jembatan menghubungkan kedua negara. Bangunan pencakar langit Kanada samar tertutup kabut. ”Itu bukan kabut, melainkan semburan uap air Niagara,” ujar Rick. Dari jauh, Niagara sudah menunjukkan karismanya.
Sungai Niagara terbilang sungai muda (untuk ukuran sejarah geologi), usianya kira-kira 12.000 tahun, demikian Pierre Berton menulis dalam bukunya, A History of the Falls: Niagara. Namun, tebing tempat terjun air merupakan produk jutaan tahun transformasi geologi, terbentuk dari berlapis-lapis batu sedimen, lalu tererosi es cair dan air. Air terjun utama Niagara sangat lebar, sebagian di wilayah Amerika dan selebihnya di Ontario, Kanada. Satu bagian air terjun Niagara lain, yakni Bridal Veil, di wilayah Amerika yang terpisahkan oleh Luna Island.
Pemandangan sungai yang keperakan tertimpa matahari itu hilang ketika kendaraan berbelok dan tak lama kemudian masuk ke area parkir luas yang menyatu dengan mal kecil. ”Masih harus berjalan sedikit ke air terjun itu,” ujar Rick.
Lapangan parkir semakin jauh di belakang, berganti hamparan taman hijau. Di belakang taman itu mengalir Sungai St Lawrence. Airnya melaju cepat dan deras, tak tahu sesaat lagi akan melayang jatuh. Gelegak gelombang air mendekat ke telinga.
Dan, di ujung sungai itulah air tertumpah, berkilat-kilat tertimpa sinar matahari sebelum akhirnya jatuh ke bumi, berdebum! Lalu, dibawa pergi aliran Sungai Niagara yang melintang di bawahnya. Sekitar 4 juta kaki kubik (110.000 m3) air per menit tercurah di tebing itu.
Pertarungan dua inventor
Niagara tak hanya menyuburkan lumut di batuan, tetapi juga memberi tenaga bagi Amerika. Akhir abad ke-19 merupakan era inventor yang heroik dan masa itu pula proyek dahsyat pembangkit listrik tenaga air Niagara dimulai. Pierre Berton menuliskan, Adams’s Cataract Construction Company memulai pembangunan terowongan di bawah Niagara. Sebanyak 1.300 pekerja menembus batu cadas 160 kaki (sekitar 48,8 meter) di bawah kota, menggali terowongan berbentuk sepatu kuda sepanjang 7.000 kaki dan memindahkan sekitar 300.000 ton isi bumi.
Di Niagara pula bertarung penemu generator arus listrik searah (DC), Thomas Alva Edison, dan Nikola Tesla, inventor arus bolak-balik (AC). Edison di bawah naungan General Electric dan Tesla dengan bendera Westing-house memperebutkan kontrak pembangunan turbin di Niagara.
Sebelumnya, Tesla pernah bekerja untuk Continental Edison di Paris. Saat itulah dia mengajukan idenya, yakni arus bolak-balik sebagai alternatif yang lebih efektif ketimbang arus listrik searah Edison yang lebih dulu mengaliri New York. Namun, ide itu ditolak Edison yang beranggapan listrik Tesla berbahaya.
Tesla kecewa, lalu berhenti dan mendirikan perusahaan di New Jersey. Karya genius Tesla menarik George Westing-house, penemu rem angin. Dia membeli paten dari Tesla, lalu bergerilya memperkenalkan arus bolak-balik. Sebagai perlawanan, Edison menyebarkan propaganda bahaya arus listrik Tesla, bahkan dengan memeragakannya dalam pelaksanaan hukuman mati terpidana.
Persaingan keduanya menajam ketika memperebutkan kontrak Niagara. Puncaknya, Westing-house memenangi pertarungan itu pada 1893 dan dikontrak membangun dua generator. Sebagai kompromi, General Electric dikontrak membangun transmisi dan distribusi listrik ke Buffalo menggunakan paten Tesla. Pada musim semi tahun 1895, tulis Pierre, jalan-jalan di kota sekitar Niagara pun menyala oleh listrik.
Ketersediaan listrik murah membawa industri mendekati Niagara. Kawasan Niagara menjadi pusat industri kimia-elektro dan metalurgi-elektro. Mereka menyediakan pemutih, soda, klorin, dan asetilin bagi dunia. Energi raksasa Niagara memunculkan ide liar para inventor tentang sebuah kota yang supermaju. Masih mengutip Pierre, pengusaha William T Love mengusulkan Model City Niagara pada 1893, tempat terindah di dunia bagi komunitas 1 juta orang. Penemu pisau silet, King Camp Gillette, memimpikan ”metropolis” yang menampung seluruh populasi di Amerika dan dihidupi oleh energi abadi air terjun. Tesla pun sempat mendeklarasikan Buffalo, Tonawanda, dan Niagara sebagai kota terhebat di dunia dengan jargon ”Niagara Leads The World!”. Impian-impian itu tak terwujud lantaran depresi moneter kemudian.
Zaman memang telah melaju jauh dari era Edison dan Tesla. Betapapun, Niagara tetap memikat, bukan lagi bagi inventor, melainkan wisatawan sedunia.
No comments:
Post a Comment