Thursday, 21 November 2013

Tak hanya di Francis, Kediri pun memiliki Goa Bunda Maria

Berita Hangat -  Ketika mendengar kata Lourdes ingatan orang akan tertuju pada Gua Bunda Maria yang indah di selatan Prancis. Tapi ternyata di Kediri juga terdapat sebuah Lourdes kecil dari Jawa Timur. Penasaran?

Di Lourdes ada sebuah gua yang sunyi, sepi dan terpencil. Tampaklah Maria perawan murni.

Ave... Ave ... Ave Maria
Ave... Ave ... Ave Maria

Selain sebagai salah satu tempat ziarah terbesar umat Kristiani di Eropa. Lourdes yang terkenal dengan kecantikan basilika di atas bukit, serta grotto (gua) tempat Bunda Maria menampakan diri kepada St Bernadette pada tahun 1858 ini, menjadi destinasi para pelancong. Terbukti dengan banyaknya paket wisatayang menjadikan Lourdes sebagai tempat untuk dikunjungi.

Bagi yang belum pernah ke Perancis untuk melihat basilika serta grotto di Lourdes tak perlu khawatir. Jawa Timur memiliki La Petite Lourdes atau Lourdes Kecil yang berada di Desa Puhsarang sekitar 18 km dari pusat Kota Kediri.

Seperti halnya dengan yang ada di Perancis, Lourdes versi Jawa Timur pun tidak hanya sebagai tempat ibadah bagi umat Kristiani di Indonesia, tetapi juga tujuan wisata unggulan Kabupaten Kediri.

Daya tarik dari Lourdes di Desa Puhsarang inilah yang membuat saya menempuh perjalanan selama 14 jam dari Bandung menuju Kota Kediri. Berbeda dari gereja tua umumnya yang ada di Indonesia, gereja Puhsarang memiliki ciri arsitektur layaknya bangunan peninggalan masa Hindu-Budha.

Unsur-unsur dan sentuhan budaya lokal sangat terasa pada setiap bagian gereja yang sudah berusia tiga seperempat abad. Melangkahkan kaki ke bagian halaman gereja yang cukup luas saya disambut oleh arca Bunda Maria dan Yesus dengan tangan terbuka yang seolah-oleh mengucapkan selamat datang.

Sebelum memasuki bagian pendopo saya melewati gapura yang terbuat dari batu alam. Sebuah menara lonceng Santo Henricus berdiri dengan kokoh. Masyarakat sekitar memberi julukan Henricus, sebagai pernghormatan kepada Santo pelindung sang arsitek. Pada bagian atas menara lonceng bertengger seekor ayam jantan sebagai penunjuk arah mata angin.

Ketika saya memperhatikan bagian atap gereja Puhsarang, bentuknya mirip sekali dengan sebuah perahu di atas gunung. Setelah mendapat penjelasan dari seorang umat gereja, bentuk atap tersebut menyimbolkan bahtera Nabi Nuh yang terdampar di Gunung Ararat berdasarkan kisah Alkitab pada Perjanjian Lama.

Berbeda dengan gapura dan tembok yang mengelilingi, bangunan induk gereja Puhsarang terbuat dari bahan dasar bata merah. Mengintip ke dalam ruang utama gereja tidak ada bangku ataupun organ.

Misa dilaksanakan dengan iringan gamelan Jawa serta umat yang hadir duduk secara lesehan. Berada di gereja Puhsarang saya merasa seperti berada di dalam Kerajaan Jawa kuno.

Pada bagian altar terdapat pahatan yang menggambarkan seekor rusa sedang meminum air. Pada samping kanan dan kiri tabernakel tedapat relief empat penginjil yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes sedangkan tepat di atas tabernakel relief tersebut menggambar kain dengan wajah Yesus.

Menurut sejarah, ajaran Katolik sudah masuk ke Kota Kediri pada tahun 1925 di bawah pelayanan Prefektur Apostolik Surabaya dan diterima pula oleh sebagian penduduk lereng Gunung Wilis. Melihat perlunya tempat ibadah bagi umat di pedesaan tersebut maka atas inisiatif Pastor Jan Wolters CM, dibangun sebuah gereja hasil karya arsitek Henricus Maclaine Pont yang selesai pada tahun 1934.

Lalu bagaimana asal mula muncul julukan Lourdes pada kawasan tersebut? Jawabannya karena terdapat grotto yang berada tidak jauh dari gereja. Grotto tersebut bernama Gua Maria Lourdes–Puhsarang lengkap dengan stasi jalan salib setinggi manusia dewasa seperti di Perancis.

Untuk mencapai Gua Maria tersebut saya harus berjalan kaki menyusuri jalan batu yang cukup licin. Suasana teduh langsung terasa ketika berada di lingkungan Gua Maria. Rimbun pepohonan serta lantunan doa rosario dari beberapa peziarah seketika menenangkan batin. Kesejukan oase rohani di tengah cuaca Kediri yang sangat panas.

Keberadaan Gua Maria Puhsarang dimulai dari kebiasaan berdoa novena bersama akhirnya membuahkan kerinduan untuk memiliki tempat ziarah sendiri. Pada tahun 1998 diadakan upacara peletakan batu pertama dalam rangka pembangunan Gua Maria oleh Uskup Surabaya kala itu Monseignor Johanes Sudiarna Hadiwikarta.

Gua Maria Puhsarang dirancang sebagai replika Gua Maria yang berada di Lourdes, Perancis. 2 Mei 1999 ketika pembangunan sudah mencapai 40 % Bapak Uskup memberkati patung Bunda Maria setinggi 3,50 meter dengan harapan pada saat memasuki tahun Yubileum Agung seluruh Gua Maria sudah selesai.

Harapan pun terwujud 26 Desember 1999, Uskup Surabaya memberkati Gua Maria Lourdes Puhsarang sekaligus membuka perayaan tahun Yubileum Agung 2000 dengan pesta liturgi yang meriah dan dihadiri oleh pejabat pemerintahan setempat.

Replika patung Bunda Maria di Puhsarang lebih tinggi dari aslinya di Lourdes yang hanya 1,75 meter. Hal ini dikarenakan ukuran gua yang mencapai 18 meter.

Sebelum meninggalkan Gua Maria saya menyempatkan sejenak untuk membasuh wajah dan minum air dari 12 pancuran. Jumlah pancuran tersebut melambangkan ke-12 murid Yesus.

Sebagai penutup sebelum meninggalkan Gua Maria saya mengunjungi Bukit Salib Golgota tempat devosi jalan salib. Umat Katolik sangat menyukai renungan atas sengsara Yesus melalui devosi jalan salib tersebut.

Bukit Salib Golgota selesai dibangun pada tahun 2000 sebagai pelengkap sarana berdoa bagi para peziarah. Patung–patung pada setiap stasi dibuat dengan ukuran hampir menyerupai orang dewasa.

Ketika meninggalkan komplek gereja dan Gua Maria, saya menemukan bangunan terbuka dengan bentuk atap seperti bangunan induk Gereja Puhsarang. Menurut salah satu orang yang saya temui bangunan tersebut adalah Ruang Pertemuan Emaus. Hal yang unik dari bangunan ini adalah terdapat relief yang menggambarkan Yerussalem dan Bukit Golgota tempat Yesus disalib.

Di dekat Emaus, saya melihat Gua Maria berukuran kecil. Terdapat tulisan dalam bahasa Jawa ejaan lama berbunyi "Iboe Maria ingkang pinoerba tanpa dosa asal, moegi mangestonana kawoela ingkang ngoengsi ing Panjenenengan Dalem”. (Bunda Maria yang terkandung tanpa dosa asal, semoga berkenan merestui aku yang datang berlindung kepada Engkau).

Sayup-sayup dari kejauhan terdengar gema suara adzan, ternyata tidak jauh dari gereja berdiri sebuah masjid yang cukup besar. Keindahan lain yang ditawarkan oleh Desa Puhsarang yaitu harmonisasi kehidupan setiap penduduknya tanpa melihat perbedaan keyakinan bukti Indonesia yang 'In Pluribus Unum'.

No comments:

Post a Comment